Dua Garis Biru : Kata siapa ini film ena-ena?
Sunday, July 21, 2019![]() |
makassar.tribunnews.co |
Sebelum
film ini rilis secara resmi pada tanggal 11 Juli kemarin, sempat ada petisi
aneh untuk memprotes film ini. Petisi tersebut ditandatangani lebih dari 200an
orang, tapi untungnya saya enggak pernah mikir apalagi sampe ikutan tanda
tangan. Karena ya apalah dasarnya? Cuma lihat trailler film lalu langsung judge
film ini memberi pengaruh tidak baik dan ya, petisipun dibuat dengan tujuan
untuk melarang penayangan film ini d bioskop.
![]() |
hai.grid.id |
Tapi
untungnya petisi tidak berlanjut dan film ini tayang dengan cantik di Bioskop.
Saya yang memang sudah masukin film ini ke wishlist
jelas sangat excited dong ya. Film
tayang tanggal 11 Juli saya baru bisa nonton tanggal 13 Julinya hari sabtu pas
libur kantor.
Setelah
nonton film ini saya makin heran dan enggak habis fikir sama orang yang membuat
atau sempat menandatangani petisi tentang pelarangan tayang film ini. Karena
film sebagus ini, film yang pesan moralnya sangat bagus seperti ini masa ya
harus dipetisi segala? Uedaan.
*
Spoiler Alert
Film
ini bercerita tentang Dara diperankan oleh Zara JKT48 dan Bima yang diperankan
dengan sangat apik oleh Angga Yunanda. Mereka datang dari keluarga baik-baik,
bahkan keluarga Bima merupakan keluarga yang cukup agamis. Ayahnya (Arswendy
Bening Swara) rajin ikut solat berjamaah di mesjid, ibunya (Cut Mini)
menggunakan hijab rapi menutup dadanya. Intinya si Bima dan Dara ini bukan
anak-anak yang memiliki pergaulan bebas. Keduanya anak baik-baik, bahkan Dara
juga termasuk anak yang pintar di kelasnya. Hanya saya di bagian awal film
diceritakan bahwa keduanya melakukan hal yang diluar batas kewajaran sampai
Dara hamil. Singkatnya, film ini menggambarkan apa saja yang harus dihadapi
oleh Dara dan Bima saat mereka memutuskan untuk bertanggung jawab atas
kesalahan yang dilakukan.
![]() |
ngopibareng.id |
Film
berdurasi hampir dua jam ini di-direct
langsung oleh penulis scriptnya, Mbak
Gina S. Noer. Penulis naskah keluarga Cemara yang memulai debutnya sebagai
sutradara dalam flm ini. Dan harus saya akui, film Dua Garis Biru ini
membuktikan bahwa Mbak Gina S. Noer tidak hanya piawai dalam menulis naskah
film, tapi juga menyutradarainya.
Film
ini sangat terasa sekali ada ‘sentuhan’ wanitanya. Mbak Gina S. Noer berhasil
membawa adegan demi adegan dalam film ini dengan sukses. Seperti film drama
pada umumnya, film inipun cukup menguras emosi penonton apalagi pada beberapa scene. Beberapa diantaranya adalah scene di UKS yang menurut banyak orang
memang scene paling epic dan emosional dalam film ini. Juga scene saat Dara dan Bima datang ke
klinik Aborsi. Scene ini cukup
emosional juga buat saya. Apalagi ditunjang dengan acting Zara JKT48 yang memang berhasil memunculkan konflik batin
serta emosi yang dirasakan oleh Dara lewat tatapan mata dan ekspresi wajahnya.
Setelah
flm Keluarga Cemara, saya memang secara resmi menjadikan si Zara ini sebagai oshi saya di JKT48. Saya suka actingnya sebagai Teh Euis dalam film
Keluarga Cemara, dan saat menonton film Dua Garis Biru ini saya jadi makin suka
sama Zara. Kualitas actingnya memang
tidak main-main. Zara berhasil membawakan karakter Dara ini sesuai porsinya.
Saya
muji Zara kayak gini bukan karena saya fans JKT48 ya, tapi memang actingnya sebagus itu. Lafff!
Sinematografi keren
Selain
cerita, adegan dan acting para
pemainnya yang top markotop, saya juga suka film ini karena sinematografinya
keren parah. Enggak seperti kebanyakan film drama lain, walaupun konflik dalam
film ini bisa dibilang cukup berat, tapi sinematografi yang ditampilkan sangat
memanjakan mata penonton. Enggak suram seriusan! Padahal ya, setting rumah Bima itu di gang. Tapi
ketika di shoot secara landscape, sama sekali enggak keliatan
kumuh di layar. Jatohnya malah jadi epic
banget.
Realistis
Bisa
dibilang film Dua Garis Biru ini adalah film paling realistis yang pernah saya
tonton. Beberapa scene dalam film ini
bikin saya membatin ‘ah iya ya bener’ karena beneran can relate banget sama kehidupan nyata. Misalnya saat Bima sempat kabur
menghindari Dara setelah da tau kalau Dara hamil. Realistis dong? Bima pasti
kaget dan denial dulu iya kan? Jarang
banget ada cowok anak SMA di posisi Bima yang akan langsung bisa mengambil
sikap dalam kondisi itu.
Contoh
lainnya adalah ending dari film ini.
Banyak orang bilang kecewa sama endingnya
karena kebanyakan dari kita memang lebih suka film dengan ending yang bahagia. Tapi menurut saya dengan ending yang seperti ini justru rasanya lebih relate. Coba deh difikir, berapa benyak pasangan nikah muda karena
MBA yang mampu bertahan lama? Enggak banyak.
Lagian ending dari film ini
menurut saya adalah puncak dari pesan yang ingin disampaikan. Jadi saya oke-oke
aja dengan endingnya.
Banyak Simbol
Ketika
saya menonton film ini saya menemukan beberapa simbol yang sangat mudah dicerna
maksudnya. Dan simbol-simbol itu merupakan salah satu kekuatan dari film ini.
Jadi kalau film drama lain mengutamakan dialog dan shoot secara close up
pemainnya, film ini menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menjadi penerjemah
adegannya. Dan menurut saya itu bener-bener nunjukin kalau Mbak Gina S. Noer
itu bukan sutradara kaleng-kaleng.
Simbol
yang paling kentara adalah buah strawberry. Pada satu scene ada Dara yang menyimpan satu buah strawberry diatas perutnya. Lalu camera bergerak men-shoor layar laptop di meja Dara yang
sedang menunjukan sebuah artikel kehamilan yang mengatakan bahwa pada usia
kandungan seperti Dara ukuran bayi akan sebesar buah strawberry.
Adegan
berlanjut ketika Dara dan Bima mendatangi klinik aborsi. Scene yang tadi saya bilang cukup emosional itu loh.
Sebelum
masuk klinik aborsi tersebut, Bima sempat-sempatnya beli jus dulu. Dan eng ing
eng, jus yang dia beli jus strawberry dong. Lha di scene sebelumnya kan djelaskan secara tersirat kalau ukuran bayi
Dara sebesar buah strawberry. Iya di scene
ini si strawberry menjadi simbol penting.
Saya
bisa langsung ngeh maksud dari Mbak Gina S. Noer ketika camera men-shoot strawberry yang sedang diblender.
Hal itu cukup menjadi simbol yang sangat menggambarkan kondisi mereka saat itu
jika saja mereka benar memutuskan untuk aborsi. Melihat itu Dara seperti
disadarkan dan mulai berubah fikiran. Setelah proses adu mulut panjang lebar,
Bimapun menuruti keinginan Dara untuk mempertahankan Bayi mereka.
Porsi Komedi yang Pas
Walaupun
ceritanya lumayan ‘berat’, film ini tidak lepas dari bumbu komedi juga
ternyata. Tapi menurut saya porsi komedinya pas dan enggak berlebihan. Bahkan
disaat scene seriuspun Mbak Gina
mampu membangun plot twist yang
menghibur. Contohnya ada pada saat Dewi (Rachel
Amanda) yang merupakan kaka Bima datang ke kamar Bima dan memarahi adiknya.
Tapi di akhir adegan Dewi malah mengeluhkan pernikahannya yang batal diadakan
gara-gara masalah Bima. Setelah dialog itu orang satu studio bioskop termasuk
saya ketawa semua. Ya lucu aja, jadi si Dewi ini sedh karena adiknya menghamili
orang lain atau karena pernikahannya batal? *lol
Porsi
komedinya juga diisi oleh acting mbak
Asri Welas yang menurut saya enggak pernah gagal dalam hal ini. Saya beberapa
kali melihat actingnya di film cek
toko sebelah, keluarga Cemara, Susah sinyal dll. Semuanya beneran bikin saya
ngakak tanpa gagal. Karena liat mbak Asri Welasnya aja saya udah ke sounding bakalan ketawa. Tau sendirilah image beliau dalam beberapa film kan
memang lucu.
Acting para pemain
Ntah
gimana caranya, tapi para cast di
film ini tuh sesuai banget sama perannya. Dalam artian, saya enggak bisa
bayangin kalau yang jadi Dara tuh bukan Zara JKT48, atau yang jadi ibunya Bima
itu bukan Cut mini, apa scene ngulek
bakalan seemosional itu? Kayaknya enggak deh. Kalau bukan Cut Mini saya enggak
bakal terlalu mewek di Bioskop karena yang bikin saya nangis itu 70%nya adalan actingnya Cut Mini. Salut!
Cast lain juga enggak kalah kerennya.
Saya suka Lulu Tobing dan Dwi Sasono dipasangkan karena rasanya pas dengan
ceritanya. Mereka mampu membawakan karakternya dengan sangat baik. Luv!
Angga
Yunanda? AH SUDAHLAHHHH.
Dia
brondong paling gemesin tahun ini. Dan walaupun kulitnya dibuat tan sekalipun, dimataku dia tetap
ganteng maksimal. Chemistrynya sama
Zara JKT48 juga dapet banget. IMHO, ngalahin chemistrynya Iqbal-Sasha di film
Dilan.
Sorry
ya fansnya Dilan, karena ntah kenapa liat Angga-Zara ini rasanya lebih cute dan gemesin aja gitu. Pas mereka
lagi adegan romantis ya kita sebagai penonton ikutan baper juga. Pas adegan
marahan, penonton juga diajak ikutan sebel. Gemes banget sama anak dua ini,
God!
Tapi,
Film
ini tetep ada kekurangannya sih. Jadi akupun menilainya dengan objektif. Enggak
karena aku fans JKT48 lalu aku bilang film ini tanpa cela. Tetep ada, walaupun
enggak banyak. Dan Ketutup sama kelebihan-kelebihan yang kujabarkan tadi.
Missnya menurutku ada di karakter
ondel-ondel. Aku tebak ondel-ondel itu adalah simbol dalam film ini juga, tapi
sampai akhir film aku masih enggak bisa nangkep juga maksudnya gimana. Dan
memang enggak dijelaskan juga dia siapa dan kok ya mau-mauan ngasih Bima
pinjaman uang begitu aja. Penonton dibiarkan bertanya-tanya soal siapa si
ondel-ondel itu. Dan jujur, sampe sekarangpun saya masih penasaran sih.
Tapi
bagaimanapun film ini sangat worth to watch. Untuk para remaja, orang dewasa,
bahkan orangtua sekalipun. Justru lebih baik kalau anak bisa nonton bareng sama
orangtuanya.
Jadi
apa film ini film ena-ena? Jelas bukan. Buat aku film ini adalah film sex
education terbaik. Enggak ada adegan ranjang, justru filmnya syarat makna.
Makanya sebelum bikin petisi yang malu-maluin sedunia-akhirat baiknya tonton
dulu.
3 komentar
Aku udah baca banyak bgt review tentang film ini, meski sebelum tayang byk yg kontra tp kebanyakan yg udah nonton bilang film ini bagus, byk edukasi & ga muluk2
ReplyDeleteSaking bagusnya, banyak influencer yang rekomendasiin film ini juga :))
Deletememang baguss filmnyaa
ReplyDeleteHi Terimakasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar ya :)
Tapi jangan kasar-kasar, jangan ada link hidup juga karena udah pasti aku block.
komentar ya baik-baik aja, kritik boleh tapi sampaikan dengan bahasa yang baik. salam :)