#Sundaytalk : Bullying
Sunday, January 15, 2017
Tulisan
ini saya dedikasikan untuk Alm. Amirulloh Adityas Putra (18), taruna STIP
Marunda tingkat 1 yang meninggal karena kekerasan yang dilakukan oleh seniornya
pada tanggal 10 Januari lalu.
Beritanya
bisa dibaca disini.
...
Saya
merinding bacanya.
Well,
saya nggak kenal sama sekali sama Amir ini. Tapi ketika berita ini up ke publik, saya juga ikutan mewek
bombay. Amir oh Amir, kepergian kamu bikin saya makin percaya kalo ‘orang baik’
itu biasanya ‘pergi’ lebih cepet.
Warning : dalam tulisan ini akan
banyak bertebaran link-link sumber
untuk memperkuat pesan yang akan saya sampaikan lewat tulisan ini.
Baca punyanya A Irfan Disini :
2017
and bullying masih exist. Ini gimana
sih, Pak Menteri?
STIP
Marunda adalah Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran kedinasan lho, saya fikir hal-hal
kekerasan senioritas macem begini nggak SEMESTINYA terjadi disana. Apalagi INI
BUKAN YANG PERTAMA KALINYA.
Saya
dan mungkin orang-orang ekstern STIP wajar heran dan mempertanyakan soal
kebijakan dalam kampus STIP, bagaimana peraturan disana, pengamanan untuk siswa
tingkat 1, dan bagaimana mungkin kejadian ini bisa berulang? Semacam ironi yang
mata rantainya sulit untuk diputus.
Sumber : https://m.tempo.co/read/news/2017/01/12/064835207/ini-rangkaian-kasus-kekerasan-di-stip-marunda
Saya
nggak pure menyalahkan pihak STIP. Nggak
sama sekali, karena sejauh yang saya baca, sudah banyak upaya yang dilakukan
untuk menghentikan tradisi kekerasan dan senioritas ini. Ada CCTV yang bisa
merekam kegiatan para taruna, pemisahan barak berdasarkan tingkatan dan
upaya-upaya lain yang sejenis.
Tapi
yang mengherankan adalah : MASIH SAJA ADA SATU NYAWA YANG HILANG.
Dan
ironinya lagi, Amir meregang nyawa di lingkungan kampus. Tentunya ada dalam
daerah teritorial kampus yang SEHARUSNYA bisa dicegah, misal ketika CCTV
menayangkan Amir dan beberapa temannya yang datang ke barak taruna tingkat 2.
Kejadiannya sore sekitar pukul 5.
Saya
nggak tahu atribut apa yang bisa membedakan taruna tiap angkatan, tapi jika
memang ada perbedaan, contohnya dalam seragam atau apapun, ya ini bisa dicegah.
Logikanya
adalah, ketika mereka (taruna tingkat 1) tertangkap kamera CCTV tengah
mendatangi barak taruna tingkat 2, penjaga harus aware, segera datangi dan kalau MEMANG BENAR para taruna tingkat 2
itu memanggil adik junior dalam rangka penyerahan alat-alat marching band ya kenapa harus di barak? Kenapa
nggak di depan umum aja, dari sana aja udah jelas ada yang nggak beres kan?
But yeah, Amir was
gone. Deep condolences.
Waktu
nggak bisa diulang. Saya nggak bisa setting
waktu buat balik ke tanggal 10 jam 5 sore tepat buat ngasih tau penjaga yang
berwenang di STIP kalau ada yang nggak beres di barak taruna tingkat 2. NGGAK
BISA.
Yang
bisa dilakukan adalah dengan memutus mata rantai kekerasan itu sendiri. Cukup Amir
yang jadi korban terakhir. Ini berlaku dimanapun, nggak Cuma di STIP Marunda aja
ya.
Yang
perlu diingat adalah Bullying tidak
hanya bersifat fisik. Tapi ada juga bullying
verbal, sekecil apapun tindakan bullying
korban tetaplah korban. Dan bullying
hanya bisa dihapuskan jika ada keberanian untuk bicara dari si-korban. Memang
tidak mudah karena korban akan merasa terancam jika berani bicara, tapi tolong
difikir lagi. Setidaknya kalo korban mau bicara akan ada perhatian lebih dari
orang-orang terdekatnya. Atau lebih baiknya adalah ada usaha untuk
menyelesaikan persoalan bullying ini
sehingga korban bisa terbebas dari bully.
Bentuk
bullying paling remeh buat cewek
adalah catcalling. At least, menurut saya lho ya. Karena
saya nggak suka disuitin cowok yang nggak saya kenal. (to be continue)
0 komentar
Hi Terimakasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar ya :)
Tapi jangan kasar-kasar, jangan ada link hidup juga karena udah pasti aku block.
komentar ya baik-baik aja, kritik boleh tapi sampaikan dengan bahasa yang baik. salam :)